• Home
  • Posts RSS
  • Comments RSS
  • Edit
  • Masalah Remaja..

    Nov 20, 2011
    Dalam adat Melayu perkahwinan dimulai dengan pertunangan sedangkan mengikut cara yang diamalkan dalam masyarakat dulu iaitu nikah gantung adalah lebih menepati maksud khitbah dalam Islam bukannya bertunang. Ada orang yang menyamakan khitbah dalam Islam sebagai pertunangan adalah tidak tepat. Akibat dari cara khitbah yang salah telah menjadikan pertunangan sebagai asas untuk menghalalkan “coupling” 

    KHITBAH. Kata khitbah dalam terminology arab memiliki 2 akar kata. Yang pertama al-khithab yang berarti pembicaraan dan yang kedua al-khathb yang artinya persoalan, kepentingan dan keadaan. Jadi, jika dilihat dari segi bahasa khitbah adalah pinangan atau permintaan seseorang (laki-laki) kepada perempuan tertentu untuk menikahinya. Makna khitbah menurut istilah syariat tidak keluar dari makna bahasa tadi.
    Dalam islam, seorang laki-laki berhak meminang perempuan yang diinginkan menjadi istrinya, demikian pula seorang perempuan boleh meminang laki-laki yang diinginkan menjadi suaminya.

    Khitbah dalam pandangan syariat bukanlah suatu akad atau transaksi antara laki-laki yang meminang dengan perempuan yang dipinang atau pihak walinya. Khitbah bukanlah suatu ikatan perjanjian antara kedua belah pihak untuk melaksanakan pernikahan. Khitbah tidak lebih dari sekedar permintaan atau permohonan untuk menikah. Khitbah sudah sah dan sempurna hanya dengan ungkapan permintaan itu saja, tanpa memerlukan syarat berupa jawaban pihak yang dipinang. Sedangkan akad baru dianggap sah apabila ada ijab dan qabul (ungkapan serah terima) kedua belah pihak.

    Khitbah menurut pengamalan orang Arab moden, terutamanya di Jordan pula amat berbeza dengan pengamalan orang bertunang secara klasikal dan juga pengamalan orang Melayu. Ia merupakan “akad nikah” dalam erti kata yang sebenar. Akad khitbah di dalam masyarakat arab pada realitinya merupakan akad nikah. Seperkara yang membezakan di antara akad nikah dan khitbah ialah kedua-dua pasangan khitbah tidak tinggal bersama sehinggalah selesai majlis perkahwinan dijalankan. Pada dasarnya, mereka berdua adalah suami isteri dan halal untuk melakukan apa sahaja yang difikirkan untuk mereka melakukannya. Di dalam masyarakat kita, pernikahan tersebut diberikan nama “nikah gantung” (bunyinya amat mengerikan?).
    Jika ditukarkan nama “nikah gantung” tersebut kepada “nikah khitbah” tentu konotasi terhadap kontrak tersebut tidaklah mengerikan. Bunyinya pun agak “islamik”. Jika ia dapat diamalkan oleh kebanyakan pemuda pemudi kita hatta yang janda, duda atau yang nak berpoligami serta yang dilanda asmara dan cinta serius berkemungkinan ia boleh menyelesaikan banyak perkara yang mereka hadapi.
    Nikah adalah untuk menghalalkan perhubungan dan juga membina kematangan. Yang utamanya, kedua-dua pasangan sudah halal dan sudah boleh bersama dan melakukan apa sahaja. Bunyinya agak mudah, namun realitinya tidak demikian. Sudah pasti ada ibu bapa tidak akan bersetuju. Dalam hal ini, anjakan paradigma oleh para ibu bapa amat diperlukan. Ibu bapa perlu sedar zaman anak-anak mereka kini bukanlah seperti zaman mereka dahulu. Zaman kini fitnahnya berleluasa dan kerosakan moral telah menggila. Lihatlah apa yang berlaku di seluruh tanah air, rasanya pendedahan oleh media massa mengenai aktiviti pengguguran cukup merisaukan banyak pihak. Apakah ibu bapa mengharapkan anak-anak mereka menjadi malaikat yang tidak terpengaruh dengan suasana persekitaran, rancangan-rancangan hiburan dan bahan-bahan literasi menjurus ke arah maksiat dan nafsu.


    KHITBAH DAN MAHAR


    1. CARA MEMILIH ISTRI

    Telah shohih dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallama bahwasanya beliau menganjurkan menikahi wanita yang memiliki agama, memiliki sifat kasih-sayang dan subur. Ini menunjukkan pentingnya memperhatikan masalah memilih istri yang sholeh, disebabkan maslahat-maslahat kehidupan rumah tangga yang dipetik dari itu, serta pengaruhnya yang besar terhadap kesholehan dan keistiqomahan anak keturunan kelak.

    Allah Ta’ala berfirman (artinya), “sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)”. (An-Nisa’ : 34)

    2. TANGGUNG JAWAB WALI AMRI PEMUDI (GADIS) TERHADAP LAKI-LAKI YANG MAJU UNTUK MEMINANG PUTRINYA

    Wali amri seorang pemudi wajib memilihkan untuk putrinya seorang laki-laki yang sepadan dan sholeh, dari orang-orang yang ia ridhoi agama dan amanahnya, berdasarkan sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama,

    إذا أتاكم من ترضون خلقه و دينه فزوجوه إلا تفعلوا تكن فتنة في الأرض و فساد عريض

    “Apabila datang kepada kalian orang yang kalian ridhoi akhlak dan agamanya maka nikahkanlah ia, jika tidak kalian lakukan akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang luas”.

    Maka wali pemudi wajib bertakwa kepada Allah dalam masalah itu, dan menjaga maslahat putrinya bukan maslahat dia, sesungguhnya ia dibebani amanah dan kelak diminta pertanggung jawaban terhadap apa yang Allah amanahkan kepadanya. Dan janganlah ia membebani peminang apa yang tidak dia sanggupi, seperti meminta mahar melebihi kebiasaan yang berlaku.

    3. LANDASAN SEORANG PEMUDI DALAM MEMILIH SUAMINYA

    Sifat-sifat yang paling penting yang karenanyalah seharusnya seorang pemudi memilih laki-laki yang datang meminangnya yaitu akhlak dan agama. Adapun harta dan nasab adalah masalah kedua, akan tetapi yang paling penting adalah hendaknya yang datang meminang adalah seorang yang memiliki agama dan akhlak. Karena seorang pria yang memiliki agama dan akhlak, wanita tidak akan kehilangan apa-apa darinya. Jika ia menahannya ia menahannya dengan baik, jika ia melepaskannya ia melepaskannya dengan baik pula. Kemudian laki-laki yang memiliki agama dan akhlak diberkahi Allah begitu juga anak keturunannya. Istrinya bisa belajar darinya akhlak dan agama. Adapun jika tidak memiliki agama dan akhlak, seorang wanita hendaknya menjauh darinya, khususnya sebagian orang-orang yang melalaikan sholat atau orang-orang yang dikenal suka meminum khomar, wal ‘iyadz billah.

    Adapun orang-orang yang tidak solat sama sekali, maka mereka adalah berdoda kepada Allah. Wanita mukminah tidak halal bagi mereka sebagaimana mereka juga tidak halal bagi wanita mukminah. yang penting, seorang wanita menitik-beratkan pada akhlak dan agama. Adapun nasab jika di dapat yang memiliki nasab bagus tentu lebih utama. Karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallama bersabda, “Apabila datang kepada kalian seorang yang kalian ridhoi akhlak dan agamanya maka nikahkanlah ia”..

    0 coretan ilham:

    Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...